Breaking News


Catatan Sastra Batak: Na i Ba Ho—Naibaho

CATATAN SASTRA

Ilustrasi Marga Naibaho/TransformasiNews.


Marga adalah sub bagian dari penggolongan adat budaya dari sebuah etnis. Etnis Batak misalnya, ada banyak golongan marga-marga batak, yakni dari beberapa puak; Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak dan Batak Angkola.

Oleh: Abhotneo Naibaho
Judul artikel di atas adalah salah satu marga dari salah satu puak batak, yakni Batak Toba. Marga Naibahoberasal dari Pangururan yang kini berada dalam wilayah otonomi Kabupaten Samosir (dahulu- Kabupaten Tapanuli Utara dan sesudahnya Kabupaten Toba Samosir).
Marga Naibaho bila dibandingkan dengan marga-marga lainnya seperti; Simanjuntak, Siahaan, Lumban Tobing memang sedikit kurang populer. Hal ini mungkin menurut hemat saya adalah dikarenakan marga Naibaho memiliki keturunan yang tidak sebanyak marga-marga yang lebih populer seperti yang saya sebutkan di atas. Pembuktiaan sederhananya adalah, seperti halnya saya, di marga saya Naibaho, saya adalah keturunan ke 16 (enam belas). Sementara di marga-marga cukup populer tadi, keturunannya hingga kini sudah ada pada generasi ke 21 (dua puluh satu) maupun 22 (dua puluh dua).
Dalam penyebutan marga Naibaho, jika dipenggal penyebutannya adalah Na i ba ho— 4 (empat) kali penyebutan. Namun dalam kata, hanya termasuk 1 (satu kata). Mengawali kata Naibaho ada sebutan “Nai” yang jika dikaitkan dalam kehidupan etnis batak sehari-hari, mungkin sedikit terkesan janggal atau rancu. Mengapa? Karena kata “Nai” biasanya diperuntukkan bagi seorang Ibu (suku batak) manakala memanggil atau menyebutnya dengan sapaan; “Nai (Nama anak paling sulung- Penulis)” yang berarti Ibu si (Nama anak paling sulung). Bukan lagi dipanggil nama asli si Ibu, oleh karena ia telah memiliki keturunan. Tidak santun jika menyebutkan seseorang Ibu (suku batak) dengan nama asilinya apabila ia telah menikah maupun memiliki keturunan.
Di internal marga Naibaho maupun di eksternal (marga-marga lain), marga Naibaho kadangkala disingkat dengan sebutan; Baho atau pun Ho. Hal demikian sudah cukup familiar jika si marga Naibahotersebut dipanggil dengan sebutan demikian. Mengucapkan marga Naibaho, juga terkadang bisa meleset, apalagi pada kali pertama disebutkan oleh orang ataupun etnis lain yang baru mengetahui marga tersebut atau pun kata tersebut. Pengucapan yang mirip dengan Naibaho, marga lain juga ada, yakni marga Naiborhu. Namun, marga Naiborhu bukanlah termasuk rumpun dari marga Naibaho (ke atas- Si Raja Oloan).
Marga “Bako” juga ada. Marga ini dimiliki oleh marga batak dari pauk Batak Pakpak yang berasal dari tanah Dairi (Kabupaten Dairi) yang memang adalah marga yang sama dengan Naibaho itu sendiri. Menurut pengakuan marga Bako sendiri, atau pun dari sumber literasi yang ada bahwa marga Bakoadalah orang-orang bermarga Naibaho yang merantau dan menetap di tanah Dairi dan berubah nama dan pengucapan yang tak jauh dari asal katanya menjadi Bako. Bagi kedua yang menyandang marga ini, bisa dikatakan hampir mayoritas sudah saling tahu. Dengan catatan, apabila orangtuanya mewariskan pengetahuan akan kesamaan marga tersebut maupun cara lain yaitu mempelajaarinya secara otodidak dari berbagai sumber.
Pengucapan yang lain juga dalam kata sehari-hari etnis batak, yang sedikit mirip adalah; “Baro” yang artinya (Borok atau Kudis). Jika menyebutnya salah seperti ini, bisa-bisa si marga Naibaho akan merasa tersinggung ataupun marah. Butuh kehati-hatian manakala mengucapkan ataupun melafalkan marga Naibaho, karena memang aksen katanya sedikit rumit. Sepintas mungking orang yang sama sekali tidak tahu dengan marga itu, menduganya bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Japan, Korea ataupun bahasa lainnya.
Kata yang lain juga yang punya kemiripan dengan marga Naibaho atau pun kata Naibaho adalah: “Bahorok” yang berarti nama sebuah sungai- Sungai Bahorok yang terdapat di Langkat, Sumatera Utara. Atau juga bisa berarti Angin Bahorok.
Ragam kata yang mendekati dengan kata Naibaho ataupun bila disingkat Baho, memang cukup beragam. Oleh karenanya, dalam penyebutannya apalagi saat disebutkan oleh orang atau etnis di luar batak pada kali pertama haruslah ekstra hati-hati. Jika sampai meleset, selain bisa membuat tersinggung si yang empunya marga, barangkali juga ia bisa marah.



Sumber: transformasi.news (diterbitkan pada 31 Agustus 2017)

Posting Komentar

0 Komentar