Lukisan 'Kuda Berburu Banteng'/Istimewa |
Oleh: April Naibaho
Demikian judul salah satu karya Pelukis kesohor Raden Saleh di Istana Negara Republik Indonesia yang begitu apik dan terkesan heroik.
Binatang kuda bisa dibilang adalah binatang yang spesial. Mengapa? Paling tidak, secara umum kita ketahui bahwa binatang yang satu ini dapat bersinergi dengan manusia sebagai tuannya demi memperlancar usaha atau kegiatan si tuannya tersebut.
Beda halnya dengan binatang banteng yang terkesan ganas, pemangsa, apalagi ketika ia merasa terganggu oleh siapapun yang berusaha menggangu ketenangannya. Dengan mengandalkan tanduknya, ia akan menyeruduk siapapun dan di manapun.
Dalam konteks nama Ompung Pandehoda (meski tak pernah terlihat oleh kasat mata), tentu mengundang pertanyaan yang mendalam, apa, bagaimana dan mengapa nama binatang kuda (bahasa batak; hoda) disematkan pada nama Ompung ini?
Apakah ia memiliki kuda di zamannya..??
Ada kata 'Pande' (Bahasa Indonesia; Pandai) mengawali kata 'hoda' menunjukkan bahwa Ia adalah seorang cakap atau piawai dalam menunggang kuda?
Tentu penyematan nama 'Pandehoda' yang berasal dari kata 'Pande' dan 'Hoda' (Pandai Berkuda) punya alasan yang kuat. Lagi-lagi saya menganut pada prinsip "Berartinya Sebuah Nama" (bukan) "Apalah Arti Sebuah Nama".
Meski para Orangtua kami (hingga yang masih tersisa) belum atau tidak dapat menjelaskan akan sejarah atau ceritera sedetailnya mengenai Ompung Pandehoda ini kepada kami-kami ini, termasuk saya salah satu generasi dari garis keturunannya yang ke 16, saya tak berhenti untuk 'berimajinasi' akan sosok Ompung Pandehoda ini.
Kuda (hoda) kerap melambangkan keperkasaan atau kegagahan. Di zaman dahulu kala, seseorang yang memiliki binatang kuda, paling tidak ia bisa dikategorikan berkenomi menengah ke atas. Karena saat itu kuda dijadikan moda transportasi baik secara pribadi, maupun secara kerajaan.
Zaman now, binatang kuda semakin langka. Bahkan, dagingnya bisa dibeli (untuk disantap), khusus di wilayah Sumut hanya ada di daerah Siborongborong dan Doloksanggul. Itupun dengan harga yang relatif mahal. Soal nikmatnya daging kuda (wew...tak perlu ditanyakan lagi!!), "maknyosss," kata (Alm) Pak Bondan si penikmat kuliner se-nusantara.
Memandang lukisan kuda seperti lukisan (gambar) di atas menginspirasi diri ini ingin rasanya punya kuda dan belajar menungganginya. Apa motivasinya? Hmm...., paling tidak imajinasi akan Ompung Pandehoda bisa tergenapi bagi generasi penerusnya.
Horas! Anggiat dipargogoi Tuhanta hami on di parngoluon jala boi pajongjonghon songon goar ni Ompung Pandehoda/Raja Pandehoda.
0 Komentar